Hukum THR dalam Islam

Pustaka – Menjelang lebaran, sebagian dari kita pasti mengharapkan tunjangan hari raya (THR). Tunjangan Hari Raya menjadi salah satu budaya di Indonesia menjelang lebaran yang menyangkut aspek ekonomi maupun kesejahteraan bagi kebanyakan orang, selain mudik dan ngabuburit selama berpuasa Ramadan.

Jelang Hari Raya Idul Fitri 1443 H, kebanyakan umat muslim pun tentu mengharapkan THR atau tunjangan hari raya, yang selanjutnya menjadi keharusan bagi instansi atau perusahaan tertentu dan para pekerja mapan yang seakan diwajibkan memberikan THR kepada orang yang lebih muda atau belum bekerja sama sekali.

Menurut sejarahnya, THR sendiri muncul pada tahun 1994. THR hadir berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/Men/1994 mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Berdasar dari peraturan tersebut, perusahaan diwajibkan mengeluarkan THR bagi para pegawainya. THR wajib diberikan dalam bentuk uang dengan mata uang rupiah. Meski Perusahaan memberikan hadiah lebaran berupa parcel yang terdiri dari makanan, pakaian atau barang lainnya, namun tidak boleh mengurangi hak THR yang diterima oleh pegawainya.

Menurut Islam, menerima THR sama saja seperti menerima hadiah yang berarti boleh dan sah-sah saja. Karena hal itu sudah menjadi hak. Sementara Allah SWT berfirman bagi siapa yang suka memberi sedekah dalam Al-Quran:

وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ‌ الرَّ‌ازِقِينَ …

“… Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” [Qs. Saba’: 39]

Kemudian, perlu kita ingat, THR ataupun sedekah dalam pemberiannya harus didasari dengan keikhlasan dalam mengharapkan ridha Allah SWT. Sebagaimana diriwayatkan Amirul Mukminin Abi Hafsh Umar bin Khatab, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung niatnya, dan sesungguhnya seseorang  akan mendapatkan apa yang ia niatkan, jika ia berniat hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan siapa yang hijrah karena dunia (harta, dan lain-lain …) atau karena wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya untuk apa yang ia niatkan” Muttafaq ’alaih. [HR. Bukhari No: 54 dan Muslim No: 1907].

Rasulullah SAW juga bersabda :

وعَنْ أبي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْرٍ t قاَلَ: قَالَ رَسُول اللَّه : ((إِنَّ اللَّهَ تَعَالىَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وأَعْمَالِكُمْ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: “Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: ‘Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian dan tidak pula kepada harta kalian tetapi Allah memandang kepada hati dan amal kalian’.” [HR. Muslim No. 2564]

Itulah hukum THR dalam ajaran Islam, bahwa THR boleh diterima asalkan sudah memenuhi syarat menjalankan kewajiban sebaik mungkin.