Moderasi Beragama Dalam Ajaran Islam

Pustaka IAIN Langsa – Mengutip buku Moderasi Beragama oleh Kementerian Agama, ragam kepercayaan di Indonesia dapat menjadi ancaman terbesar yang bisa memecah belah bangsa. Sikap intoleran dan merasa mau benar sendiri menjadi hal yang paling sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu, diperlukan moderasi beragama untuk menciptakan kerukunan dan kehidupan yang damai. Ini bisa menjadi cara terbaik untuk mengembalikan praktik agama sesuai dengan esensinya, sehingga bisa menjaga harkat dan martabat manusia. Lantas seperti apa moderasi beragama itu?

Istilah “moderasi” berasal dari Bahasa Inggris yaitu kata “moderation”, yang bermakna sikap sedang dan tidak berlebih-lebihan. Kita mengenal istilah “moderator”, yang bermakna ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Istilah untuk moderat atau moderasi dalam Bahasa Arab adalah washattiyah yang bermakna pertengahan. Ibnu Faris dalam karyanya Mu’jam Maqayis al-Lughah, memaknainya dengan sesuatu yang di tengah, adil, baik, dan seimbang. Dalam bahasa yang umum digunakan dalam keseharian kita hari ini, wasathiah seringkali diterjemahkan dengan istilah moderat atau bersikap netral dalam segala hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” diartikan dengan“pengurangan kekerasan” atau “penghindaran keekstriman”.

Secara umum, istilah moderasi sering dipahami sebagai aktivitas memandu, mengarahkan, dan menengahi komunikasi interaktif yang terjadi antara beberapa pihak dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dengan kata lain, moderasi adalah suatu tindakan atau sikap yang mampu menjadi penengah (washith) dalam upaya penyelesaian persoalan antara kedua belah pihak atau lebih, sehingga persoalan itu menemukan solusi dan kedamaian dengan mereduksi potensi kekerasan. Istilah ini juga merujuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.

Islam sejak awal kehadirannya telah memberikan pedoman dalam beragama, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Baqarah: 143 “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian bisa menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian”. Makna dari ummatan washatan adalah umat yang pertengahan, tidak condong kepada ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan, yaitu berpegang teguh pada wahyu Allah ta’ala. Tentu saja makna ekstrim sendiri juga perlu didefinisikan dengan benar, karena banyak orang yang men-cap ektrim seseorang padahal sejatinya dia berpegang teguh kepada syariat Islam yang hanif.

Selain itu, ajaran Islam juga melarang menjelek-jelekkan, menghina, dan memaki Tuhan yang disembah oleh penganut agama lain guna menghindari terjadinya kemarahan dan tindakan negatif yang melampaui batas dari penganut agama yang dihina, sebagaimana peringatan Allah swt. dalam Surah Al-An’am ayat 108:

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Selanjutnya Islam juga membuka peluang dalam mewujudkan toleransi kepada umat yang berbeda agama dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka, selama mereka memelihara dua hal utama, yakni tidak memerangi umat Islam karena agama dan tidak mengusir kaum Muslimin dari negeri yang sah mereka tempati. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Dengan mencermati kandungan dalil-dalil Al-Qur’an di atas, dapat disimpulkan bahwa moderasi beragama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam. Kemuliaan sikap dan perilaku umat Islam di hadapan Allah ternyata tidak saja dinilai berdasarkan kesalehan pribadinya menjalankan ibadah mahdhah kepada Allah, tetapi juga dinilai sejauh mana kesalehan sosialnya dalam memelihara hubungan baik di masyarakat, termasuk terhadap umat yang berbeda agama. Maka, kesimpulannya adalah bahwa Islam adalah satu-satunya agama tidak memperbolehkan setiap muslim meyakini ada kebenaran dalam agama lain. Namun, sebagai muslim kita juga harus menghormati agama dan kepercayaan orang lain dengan tidak mengganggu mereka untuk beribadah karena inilah sejatinya gambaran umat Islam, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil’alamiin). Wallahu A’lam bish-Shawab!

Sumber:

https://inais.ac.id/memakna-moderasi-beragama/

https://medankota.kemenag.go.id/?p=426